Senin, 15 November 2010

Ayah yang Baik


Siapkan diri Anda sebagai seorang ayah sejak dini
Anda, sebagai suami telah terlibat secara langsung dengan anak, sejak pembuahan anak, sehingga istri mengandung. Masa kehamilan selama sembilan bulan tersebut dapat Anda gunakan untuk mempersiapkan diri sebagai seorang ayah. Sedapat mungkin, berperan aktiflah sebagai seorang suami, sekaligus calon ayah dengan turut berpartisipasi membantu kehamilan istri. Contohnya saja, mencari tahu sebanyak mungkin informasi mengenai kehamilan, gangguan, serta bagaimana cara mengatasinya. Berbelanja bersama istri untuk mempersiapkan kelahiran sang buah hati. Juga, ikuti kegiatan senam bayi, dan temanilah istri dalam menghadapi persalinan.
Ikut aktif dalam merawat bayi
Bantulah istri Anda untuk turut berperan aktif merawat buah hati. Dari penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa seorang ayah yang dari awal telah berperan aktif merawat bayinya (seperti mengasuh bayi, memandikannya, mengganti popok bayi, membuai bayi hingga mereka tertidur), memiliki kemungkinan yang besar akan melakukan hal tersebut hingga bulan selanjutnya. Hal itu terjadi karena kebiasaan ayah mulai terbentuk sejak dini. Dengan demikian, bayi akan semakin merasakan, mengenali kehadiran serta sosok Anda.
Bermain bersama
Ketika bayi Anda semakin bertambah besar, jangan lewatkan waktu bersamanya untuk bermain, membaca buku, serta melakukan aktivitas yang menyenangkan (seperti pada saat bayi merangkak, mulai belajar berbicara, hingga berjalan). Ciptakan permainan-permainan yang disenanginya, seperti bermain kuda-kudaan, pesawat terbang atau petak umpat (sesuaikan dengan perkembangan usia anak).
Ikut terlibat dalam kehidupan sosial anak Anda
Ketika anak Anda mulai beranjak sekolah, ia akan memulai kehidupan sosial yang baru. Usahakan terlibat dalam kehidupan sosial anak, dengan mengenali nama teman-temannya, dengan siapa dia bergaul, ataupun aktivitas yang dia lakukan bersama temannya.
Jadikan diri Anda sebagai pendengar yang baik
Kesibukan kerja terkadang membuat Anda mengabaikan cerita-cerita anak Anda. Berikan keseimbangan antara kerja dan keluarga. Luangkan waktu beberapa menit untuk mendengarkan si kecil bercerita dan mengerti keseluruhan cerita tersebut. Jadilah pendengar yang baik untuk anak Anda. Jika Anda hanya sekedar meng-ia-kan, atau mengatakan bahwa Anda sedang sibuk, kebiasaan anak bercerita akan menghilang.
Usahakan selalu berkomunikasi dengan baik
Jika Anda tinggal terpisah dan sedang berjauhan dengan anak Anda, usahakan untuk tetap menjalin komunikasi dengan baik, contohnya saja melalui telepon, SMS, internet (chating atau email), dan surat. Saat seperti ini juga dapat Anda gunakan untuk memberi kepercayaan dan tanggung jawab pada anak.

Beri kepercayaan pada anak
Berikanlah anak Anda kebebasan. Kepercayaan Anda akan membuat anak tumbuh menjadi anak yang mandiri dan percaya diri. Berikanlah ia pilihan, jangan hanya menempatkan anak pada satu pilihan. Lakukanlah hal tersebut mulai dari hal-hal kecil. Anda sebagai orang tua dapat selalu memantau dan membimbingnya.
Perlakukan anak Anda sesuai dengan usia yang dimilikinya
Semakin bertambah usia anak Anda, semakin berbeda pula kebutuhannya. Penuhi kebutuhannya seperlunya. Karena anak harus menjadi pribadi yang mampu bertahan dalam kehidupannya.

Sumber : http://www.enformasi.com/2008/12/menjadi-ayah-yang-baik.html
Ibu-Ibu Teladan Dalam Islam
« pada: Maret 13, 2007, 06:05:27 pm »

1. UMMU HANI'
Fakhitah binti Abi Thalib bin Abdul Muththalib adalah putri paman Rasulullah SAW. Ibunya adalah Fatimah binti Asad binti Hasyim. Dia adalah seorang wanita Quraisy yang mempunyai banyak pendapat dan adab yang tinggi. Dia terkenal dengan panggilan Ummu Hani'.

Rasulullah SAW pernah meminangnya pada zaman jahiliyah namun ayahnya telah menjanjikannya kepada Hubairah bin Abi Wahb untuk dikawinkan dengannya. Maka kawinlah Hubairah dengan Ummu Hani'.

Pada masa permulaan Islam, Ummu Hani' masuk Islam sedangkan suaminya tidak. Maka hukum Islam memisahkan antara keduanya. Ummu Hani' tetap memelihara keempat anaknya yang masih kecil.

Kemudian Rasulullah SAW pernah meminangnya sekali lagi, tapi Ummu Hani' menjawab : "Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai daripada pendengaran dan penglihatanku. Sesungguhnya aku seorang janda yang mempunyai anak-anak kecil, sedangkan hak suami itu lebih besar. Aku khawatir jika aku mengurusi suamiku, maka aku akan menelantarkan urusan anakku. Dan jika aku mengurusi anakku, maka aku khawatir akan menyia-nyiakan hak suamiku."

Mendengar jawaban itu, maka Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya sebaik-baik wanita yang menaiki unta di antara wanita Quraisy ialah yang paling menyayangi anak di waktu kecilnya dan paling memperhatikan kepentingan suami dalam harta miliknya." (hadits Syarif) (H.R. Bukhari dalam Shahihnya, Muslim, Abu Dawud, Nasai dan Ibnu Hibban)

Ummu Hani' memiliki kepribadian yang kuat. Adalah wanita Arab di zaman Islam - sebagaimana di zaman jahiliyah- melindungi orang yang takut dan mengamankan dari ancaman yang menakutkan. Dan Ummu Hani' binti Abi Thalib telah melindungi dua orang iparnya yang telah dijatuhi hukuman mati.

Ummu Hani' bercerita : Tatkala Rasulullah SAW tiba di Mekkah bagian atas, dua orang iparku dari bani Makhzum berlindung kepadaku. Kemudian Ali bin Abi Thalib, saudaraku, masuk. Dia berkata :"Demi Allah, aku akan membunuh kedua orang itu." Maka aku menutup pintu rumahku. Kemudian aku datang kepada Rasulullah SAW dan beliau bersabda :"Marhaban wa ahlan, wahai Ummu Hani'! Ada apa engkau datang ?" Lalu aku ceritakan kepada beliau tentang kejadian dua orang laki-laki dan Ali itu. Nabi SAW menjawab :"Kami telah melindungi orang yang engkau lindungi dan mengamankan orang yang engkau amankan. Maka janganlah membunuh kedua orang itu."

Enam penulis kitab Sahih telah meriwayatkan hadits-hadits dari Ummu Hani'. Dia hidup hingga sesudah pemerintahan saudaranya, Ali r.a.

Tiada yang lebih menunjukkan penghormatan pendapat wanita daripada hadits yang menceritakan bagaimana Ummu Hani' menyampaikan kepada Rasulullah SAW yang datang melamarnya alasan tentang uzurnya yang mencegahnya menempati kedudukan paling suci yang bisa dicapai wanita Muslim yaitu menjadi 'Ummul Mu'minin' waktu itu. Ternyata
Rasulullah SAW menghormati pendapatnya dan Quraisy pun mendapat penghormatan yang tinggi dan mulia.

Adakah yang lebih penyayang kepada anak daripada wanita yang berkorban dengan rela tidak menjadi Ummul Mu'minin demi memelihara anak-anaknya ? Kisah ini dipersembahkan kepada setiap ibu yang rela berkorban demi anak-anaknya.
Tercatat
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS 2:216)
faritz

2. Lubabah binti Al Haris bin Hazan Al-Hilaliah, Ibu Abdullah bin Abbas
Kitab-kitab biografi menunjukkan ada dua wanita yang bernama Lubabah. Yang mengherankan ialah, keduanya adalah bersaudara, kakak beradik. Yang besar adalah ibu Abdullah bin Abbas, pemuka (ulama) ummat. Sedangkan yang kecil adalah ibu Khalid ibnul Walid "pedang Allah yang
terhunus" dan digelari Al-Ashma'. Ke-Islaman dan persahabatannya dipermasalahkan, ebagaimana dikatakan oleh Abu Umar dalam "Al-Istii'aab" dan dibenarkan oleh Ibnu Katsir.

Lubabah yang besar termasyhur dengan kunyah (julukan) dan juga namanya. Dia adalah Ummul Fadhl, istri Al-Abbas bin Abdul Muththalib, ibu dari anak-anaknya : Al-Fadhl, Abdullah, dan lainnya.

Dia termasuk wanita utama di zamannya dan sudah lama masuk Islam. Putranya, Abdullah, berkata : "Aku dan ibuku termasuk orang-orang yang lemah dari kaum laki-laki, wanita dan anak-anak." (Hadits Riwayat Bukhari) Dia masuk Islam di Mekkah sesudah Khadijah binti Khuwailid r.a. dan mempunyai kedudukan di antara wanita-wanita Muslim.

Dikatakan tentang ibu Ummul Fadhl : bahwa dia adalah wanita yang paling mulia, menantu-menantunya adalah Maimunah disunting Nabi SAW, Al-Abbas menikah dengan Lubabah, Hamzah menikah dengan Salma dan Ja'far bin Abi Thalib menikah dengan Asma' yang semuanya adalah saudara sekandung. Kemudian, dia menikah dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., dan
setelah itu (sesudah Abu Bakar meninggal) dia menikah dengan Ali r.a. (setelah Fatimah r.a. meninggal juga).

Abu Umar dalam "Al-Istii'aab" berkata : Lubabah (Ummul Fadhl) adalah wanita yang mempunyai banyak anak (ibu dari enam orang anak Al-Abbas). Adalah Rasulullah SAW yang menziarahinya, sedang Ummul Fadhl adalah seorang wanita yang terhormat.

Disebutkan dalam salah satu hadits shahih : Bahwa orang-orang meragukan puasa Nabi SAW di hari Arafah. Kemudian Ummul Fadhl mengirim kepada beliau segelas susu, lalu beliau meminumnya di tempat wukuf. Maka tahulah mereka, bahwa Nabi SAW tidak puasa."

Ummul Fadhl adalah sahabat wanita yang meriwayatkan tiga puluh hadits dari Nabi SAW. Tiga hadits di antaranya diriwayatkan darinya dalam kedua kitab shahih : pertama Muttafaq alaihi (yang disepakati Bukhari dan Muslim), kedua riwayat Bukhari dan ketiga riwayat Muslim.

Putranya, Abdullah bin Abbas r.a. juga meriwayatkan hadits darinya. Disebutkan, bahwa dia berharap di awal kehidupannya, agar putranya menjadi orang terkenal. Dia menimang-nimang anaknya sambil berkata : "Aku tangisi diriku dan kutangisi keperawananku, jika dia tidak mengungguli bani Fihr dan selain Fihr."

Akhirnya Abdullah dapat mengungguli semua bani dengan ilmunya. Maka dia pun menjadi pemuka (ulama) ummat dan mempunyai ilmu yang banyak. Tidakkah kita ketahui, bagaimana Ummul Fadhl dalam menyayangi anak-anaknya ?

Ummul Fadhl wafat sebelum suaminya, Al-Abbas bin Abdul Muththalib, yaitu di masa khilafah Utsman bin Affan r.a.

Semoga Allah SWT memberkahi mereka semua. Amiin yaa Robbal'aalamiin.
Tercatat



3. Arwa binti Abdul Muththalib, Bibi Rasulullah SAW, Saudara Shafiyah

Arwa binti Abdul Muththalib masuk Islam di Mekkah, dan hijrah ke Madinah. Sebelum masuk Islam, dia mendukung Nabi SAW. Diceritakan, bahwa putranya, Kulaib bin Umair masuk Islam di rumah Arqam bin Abil Arqam Al-Makhzumi. Kemudian dia keluar, lalu masuk menemui ibunya, Arwa binti Abdul Muththalib, dan berkata :"Aku telah mengikuti Muhammad dan berserah diri kepada Allah."

Dan ibunya pun berkata : "Sesungguhnya orang yang paling patut engkau tolong dan dukung adalah putra pamanmu. Demi Allah, andaikata kami sanggup melakukan apa yang dilakukan oleh kaum laki-laki, niscaya kami telah mengikuti dan membelanya."

Maka Kulaib berkata : "Wahai, Ibuku, apa yang menghalangimu untuk masuk Islam dan mengikutinya, sedangkan saudaramu, Hamzah, telah masuk Islam ?" Arwa menjawab : "Aku menunggu apa yang dilakukan oleh saudara-saudara perempuanku, kemudian aku akan mengikutinya."

Kulaib pun berkata : "Aku memohon kepada Ibu, demi Allah, agar Ibu datang kepadanya dan memberi salam, lalu membenarkannya dan bersaksi bahwa : Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah." Kemudian Arwa mendukung Nabi SAW dengan lisannya dan mendorong putranya agar membela.

Setelah itu Abu Jahal dan sejumlah orang kafir di Mekah menghalangi Nabi SAW dan mengganggunya. Maka Kulaib bin Umar pun mendatangi Abu Jahal dan memukulnya hingga melukai kepalanya. Maka mereka mengambil dan mengikatnya. Kemudian Abu Lahab mencegahnya, lalu dia dilepaskan dan dia berkata kepada Arwa : "Tidakkah engkau
lihat putramu, Kulaib, telah menjadikan dirinya sebagai sasaran selain Muhammad ?"

Arwa menjawab :"Sebaik-sebaik harinya adalah hari ketika dia membela putra pamannya yang telah membawa kebenaran dari sisi Allah." Maka mereka bertanya :"Engkau telah mengikuti Muhammad ?" Arwa menjawab : "Ya."


Kemudian salah seorang di antara mereka keluar menuju Abu Lahab dan mengabari tentang hal itu. Abu Lahab datang hingga masuk kepadanya dan berkata :"Sungguh mengherankan, engkau telah mengikuti Muhammad dan meninggalkan agama Abdul Muththalib !"


Arwa menjawab : "Begitulah adanya. Pergilah engkau untuk membela dan menolong serta melindungi putra saudaramu. Jika dia menang, engkau boleh memilih antara masuk bersamanya atau tetap dalam agamamu. Jika dia benar, engkau telah mengajukan uzur mengenai putra saudaramu."

Maka Abu Lahab berkata : "Kami mempunyai kekuasaan atas bangsa Arab seluruhnya. Sedangkan dia datang membawa agama baru." Kemudian dia pergi. Arwa pun berkata : "Kulaib telah menolong putra pamannya, dia membantunya dengan tenaga dan hartanya."

Tidakkah kita ketahui, bagaimana sikap Arwa dalam menanggapi pendapat putranya dengan mengobarkan semangat dan mendukungnya ? Arwa menangisi ayahnya, Abdul Muththalib, seraya berkata : Mataku menangis dan ia patut menangis atas seorang yang pemurah dan mempunyai sifat malu.

Arwa menangisi Rasulullah SAW seraya berkata : Wahai Rasulullah, engkaulah harapan kami,
engkau baik kepada kami dan tidak benci.

Arwa wafat pada tahun 15 Hijriah.
Wallahu a'lam bishowab.
Tercatat
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS 2:216)

4. Ummu Aiman, Pengasuh Rasulullah SAW
Adakalanya anak yatim mendapatkan ganti pada selain ibunya, berupa kasih sayang dan pemeliharaan, sebagaimana dilakukan oleh Ummu Aiman. Berikut ini adalah kisahnya dari awal hingga akhir.

Ketika itu penduduk Mekkah sedang merayakan kemenangan terhadap tentara Gajah, sementara Aminah binti Wahb lebih suka mengasingkan diri dan tinggal sendirian. Dia ingin berbahagia dengan janin yang dirasakannya dalam kandungan. Akan tetapi, dia segera teringat suaminya yang tidak ikut merasakan kebahagiaan dengan kenikmatan tersebut.

Akan tetapi, cahaya yang dilihatnya telah memenuhi seluruh anggota tubuhnya berupa pancaran, kejernihan serta kebahagiaan dan membuat dia lupa akan penderitaan yang dialaminya. Allah SWT telah menimbulkan simpati di dalam hati orang-orang yang dipenuhi cinta dan kasih sayang terhadap anak yatim yang kemudian dilahirkan Aminah itu.

Oleh karena itu, sahaya perempuan dari Habasyah yang telah diwarisi anak yatim dari ayahnya yang telah tiada, begitu melihatnya, Allah memasukkan rasa cinta dan kasih sayang ke dalam hatinya kepada anak yatim itu, sehingga dia menyukainya. Maka, sahaya itu mengasuh
dan menyayangi serta mengutamakannya dengan tambahan cinta dan kebajikan serta kasih sayang yang biasa memenuhi hati para ibu. Hal itu berlangsung hingga datang wanita yang menyusuinya ke Mekkah, lalu mengambil anak yatim itu (Nabi Muhammad SAW) dari asuhannya dan asuhan ibunya, kemudian membawanya ke dusun. Ummu Aiman bersabar atas kepergian dan perpisahan ini.

Setelah itu, bayi yang sudah mulai tumbuh itu kembali dari dusun ke Mekkah, kepada ibu dan pengasuhnya untuk menikmati kasih sayang dan pemeliharaan mereka berdua. Lalu ibu anak itu membawanya ke Yatsrib untuk menziarahi saudara-saudara ibunya dari Bani Najjar. Pengasuh itu ikut pula bersama mereka berdua, dan anak ini pun bisa menikmati kasih sayang dari kedua hati yang mulia itu.

Setelah ibu dan anak itu berziarah ke makam ayah anak yatim itu, dia pun kembali bersama kedua ibunya yang mulia ke kampung halamannya, Mekkah. Akan tetapi, belum begitu jauh anak itu dari Yatsrib, sang ibu jatuh sakit, sebagaimana yang dulu menimpa ayahnya sebelum sampai ke Mekkah. Tatkala anak itu tiba di Abwa', datanglah kematian merenggut ibunya, sebagaimana ia telah merenggut ayahnya.

Maka anak itu menjadi yatim piatu sebagaimana dikehendaki Allah. Dia telah kehilangan ibu dan ayahnya. Sekarang tinggallah dia bersama pengasuhnya. Lalu dibawanya kepada kakek dan paman-pamannya seorang diri, dipelihara oleh hatinya yang mulia. Sejak waktu itu, Ummu Aiman menjadi ibu dari anak itu. Dia memeliharanya ketika bayi dan remaja hingga memasuki usia dewasa dan berkeluarga. Maka Muhammad SAW membebaskan dan mengembalikan haknya yang penuh dalam kehidupan yang mulia.

Ummu Aiman menikah dengan seorang laki-laki penduduk Yatsrib yang bermukim di Mekkah dan mempunyai anak laki-laki yang diberi nama Aiman. Mereka sempat pindah ke Yatsrib untuk beberapa lamanya, tapi kemudian suaminya meninggal dan dia kembali ke Mekkah bersama-sama dengan anaknya. Anak ini dia asuh bersama-sama dengan anak yatim yang sangat dicintainya itu (Muhammad SAW). Nabi Muhammad SAW pun tidak lupa terhadap ibu angkatnya ini, sehingga Nabi SAW mengungkapkan perasaannya terhadap Ummu Aiman dengan perkataan kesetiaan :
"Sesungguhnya dia (Ummu Aiman) adalah sisa dari keluargaku." [dari Al-Waqidi, sebagaimana disebutkan dalam Al-Ishaabah].

Nabi SAW sangat berharap agar Ummu Aiman hidup dengan senang. Maka beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya : "Barangsiapa ingin kawin dengan wanita calon penghuni surga, hendaklah dia kawin dengan Ummu Aiman." [Siyar A'laamin Nubala', juz 2, halaman 159] Maka segeralah
bekas sahaya beliau, Zaid, mengawini Ummu Aiman.

Ummu Aiman hijrah dari Mekkah ke Medinah untuk menyusul orang yang paling dicintainya (Nabi SAW). Tiada yang menghiburnya di jalan kecuali imannya. Dia tiba di Medinah dan bertemu dengan anak-anaknya yang menyambut dan menyayanginya. Dia habiskan hari-harinya bersama
Nabi SAW di Madinah dan nyaris tidak pernah meninggalkannya.

Dalam perang Uhud, dia mengedarkan air dan memberi minum orang-orang yang terluka serta yang mengalami kepayahan. Ummu Aiman juga ikut dalam perang Khaibar bersama anaknya, menolong kaum Muslimin dan merawat mereka dengan kasih sayang.

Tatkala Nabi SAW kembali kepada Penciptanya, Ummu Aiman menangis atas terputusnya wahyu sebab kewafatan Nabi SAW itu. Ummu Aiman juga menyaksikan kematian Umar r.a. dan mengucapkan perkataan :"Sekarang Islam menjadi lemah." Di awal pemerintahan
Utsman r.a., Ummu Aiman menghadap Tuhannya dalam keadaan ridho dan diridhoi.

Inilah dia, Ummu Aiman, bekas sahaya Rasulullah SAW dan pengasuhnya yang diwarisi dari ayahnya, lalu Nabi SAW membebaskannya ketika beliau menikah dengan Khadijah binti Khuwailid. Dia menikah dengan Ubaid bin Zaid dan melahirkan anak bernama Aiman. Aiman menjadi sahabat Nabi SAW dan terbunuh pada perang Hunain. Zaid bin Haritsah adalah bekas sahaya Khadijah binti Khuwailid yang diberikan kepada Rasulullah SAW lalu dibebaskan dan dinikahkannya dengan Ummu Aiman setelah beliau menjadi Nabi. Ummu Aiman lalu melahirkan Usamah bin Zaid. Ummu Aiman hijrah dua kali dan meriwayatkan lima hadits dari Nabi SAW. [Thabaqat Ibnu Sa'ad, Taarikh Ath-Thabari, Shahih Bukhari dan Al-Ishaabah oleh Ibnu Hajar]
Tercatat
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS 2:216)
5. Halimah As-Sa'diyah, Ibu yang Menyusui Pemimpin Manusia
Semua orang yang mengenang kembali peristiwa-peristiwa dalam Siirah Nabawiyah tentu akan teringat akan Halimah As-Sa'diyah. Dia adalah seorang wanita yang berkarakter baik, berakhlak bagus dan berhati lembut.

Allah SWT telah memilihnya untuk menjadi ibu yang menyusui bagi pemimpin manusia. Halimah yang datang bersama wanita-wanita bani Sa'ad tidak menemukan selain anak yatim, cucu Abdul Muththalib untuk menyusuinya.

Halimah berasal dari bani Asad bin Bakr, suku Hawazin dan berakhir pada Qais 'Ailan. Andaikata dia bukan seorang wanita mulia dan tidak berakhlak lurus serta tidak berhati lembut, niscaya Abdul Muththalib tidak akan menyerahkan kedua cucunya, Muhammad dan Abu Sufyan untuk disusui oleh Halimah.

Muhammad tinggal dengannya selama 4 tahun dan Halimah pun mendidiknya dengan akhlak Arab, yaitu kehormatan diri, keberanian, berkata benar, dan bersifat jujur. Kemudian Halimah mengembalikan kepada keluarganya ketika Muhammad berusia 5 tahun lebih sebulan setelah dia dan keluarganya dipenuhi berkah dari anak yatim ini.

Nabi SAW sangat mencintai ibu yang menyusuinya itu, sehingga ketika seorang wanita bani Sa'ad mengabarinya bahwa Halimah telah wafat, beliau menangis. Kemudian pembawa kabar itu berkata : "Kedua saudara laki-laki dan perempuan engkau dalam kekurangan." Maka Nabi SAW mengirimkan kepada mereka barang-barang yang dibutuhkan. Pembawa kabar itu berkata pula :"Demi Allah, engkau adalah sebaik-baik anak yang dipelihara di waktu kecil dan sebaik-baik orang dewasa yang besar berkahnya."

Tidak diragukan lagi, bahwa berbagai kenangan itu mengembalikan beliau pada hari-harinya yang pertama. Beliau ingat masa kanak-kanaknya, kasih sayang ibu yang menyusuinya dan kerukunan
dengan saudara-saudara laki-laki dan perempuannya. Halimah As-Sa'diyah telah memeliharanya di waktu kecil dan tidaklah diragukan bahwa Halimah meninggalkan pengaruh yang dalam pada jiwanya. Ketika mendengar namanya disebut dalam hati beliau yang peka, maka berlinanglah air mata Nabi SAW.

Kepada setiap wanita yang memelihara anak yatim dengan sentuhan penuh kasih sayang, kata-kata yang menyenangkan hati atau senyuman yang mengobati jiwa, kami persembahkan kisah Halimah As-Sa'diyah dan imbalan yang diberikan Allah kepadanya berupa rezeki dan kebaikan serta pahala yang besar.

Kepada semua anak dari penyusuan, kami kemukakan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Abu Ya'la dan lainnya, dari jalan Ammaroh bin Tsauban, dari Thufail -bahwa Nabi SAW sedang
membagikan daging di Ji'ranah. Kemudian datang seorang wanita dari dusun. Ketika mendekat kepada Nabi SAW, beliau menggelar selendangnya bagi wanita itu. Kemudian wanita itu duduk di atasnya. Maka aku berkata :"Siapa wanita itu ?" Dan orang-orang pun menjawabnya : "Dia adalah ibu yang menyusuinya." [ al-Ishaabah, juz 7]


Tercatat
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS 2:216)


 sumber : http://forum.dudung.net/