Senin, 17 Januari 2011

Mendidik Anak Cerdas Berkarakter



RAHASIA MENDIDIK ANAK CERDAS BERKARAKTER ALA RASULULLAH






*     Bersama menyikapi anak sebagai rizki secara qonaah. Mensyukuri akan menambah nikmat dari Allah.
Anak kita bukan asset investasi materiyang kita hitung sebagai untung rugi.
Anak kita adalah Aset investasi iman dan akhirat, bagaimanapun keadaannya, lengkap sempurna atau berkebutuhan istimewa.

*     Kenali anak kita, siapakah Dia ? Perlakukan setiap anak sebagai juara.
Anak adalah Mahluk istimewa, Unik Penuh bakat dan minat serta potensi yang berbeda beda. Tidak ada anak yang bodoh dan kita tidak boleh mengukur kecerdasannya tanpa melihat kecerdasan majemuknya.





Fitrah Anak Menurut Rasulullah SAW

Rasulullah SAW bersabda, “ Hobi, permainan dan kelincahan anak gerak seoranga anak pada waktu kecil, akan mempertajam pemikirannya ketika dewasa.” ( HR At Tirmidzi )

Hendaklah anak  kecil diberi kesempatan bermain. Melarangnya bermain dan menyibukannya dengan belajar terus akan mematikan hatinya, mengurangi kecerdasannya, dan menjadi jemu terhadap hidup, sehingga ia akan sering mencari alas an untuk membebaskan diri dari keadaan sumpek itu. ( Imam Al Ghazali )


UPAYA MELEJITKAN POTENSI ANAK

  1. Kasih sayang, perhatian, dukungan dan ungkapan kemesraan
Rasulullah sangat penyayang. Rasulullah sangat menyayangi anak sering mengajaknya berjalan-jalan, mencium saying pipi Fatimah, mendudukannya di pangkuannya.
Marilah kita simak sebuah kisah seorang anak di bawah ini
Di bawah ini adalah salah satu contoh tragis.
Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang diMILIKInya sampai akhirnya
Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ”Why not the best,” katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika.
Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran.
Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ”selevel”; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.
Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah ”alif” dan huruf terakhir ”ya”, jadilah nama yang enak didengar: Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.
Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.
Setulusnya saya pernah bertanya, ”Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal? ” Dengan sigap Rani menjawab, ”Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!” Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti.
Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak.
”Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.” Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.
Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini ”memahami” orang tuanya. Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek.
Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani menyapanya ”malaikat kecilku”.
Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.
Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. ”Alif ingin Bunda mandikan,” ujarnya penuh harap. Karuan saja Rani, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.
Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ”Bunda, mandikan aku!” kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.
Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. ”Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.” Setengah terbang, saya ngebut ke UGD. But it was too late. Allah sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh-Nya.
Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Rani memang menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri.
Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku. ”Ini Bunda Lif, Bunda mandikan Alif,” ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu rekan Rani menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.
Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, ”Ini sudah takdir, ya kan. Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?” Saya diam saja.
Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. ”Ini konsekuensi sebuah pilihan,” lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat. Hening sejenak. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.
Tiba-tiba Rani berlutut. ”Aku ibunyaaa!” serunya histeris, lantas tergugu hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak. ”Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..” Rani merintih mengiba-iba. Detik berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.
– Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong.
– Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan yang amat sangat.
– Sering kali orang sibuk ‘di luaran’, asik dengan dunianya dan ambisinya sendiri tidak mengabaikan orang-orang di dekatnya yang disayanginya. Akan masih ada waktu ‘nanti’ buat mereka jadi abaikan saja dulu.
– Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang. Merasa mereka akan mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada.
MEREKA LUPA BAHWA ALLAH YANG MENENTUKAN SEMUANYA. HIDUP, MATI, RIZQI, JODOH HANYA ALLAH YANG MENENTUKAN.
– Pelajaran yang sangat menyedihkan.
Janganlah kita sampai menyesal. Ketika kita tahu bahwa hidup adalah dari gelap menjadi terang, kitapun mulai mewarnainya.
Ketika kita tahu bahwa hidup itu adalah penuh warna kitapun mulai melukisnya, ketika kita tahu bahwa hidup adalah melukis kehidupan kitapun mulai menorehkan sejarah, akhirnya kita tahu bahwa hidup yang sesungguhnya adalah sejarah yang tertoreh, sungguh aku ingin menjadi bagian terdepan dalam mencetak generasi terbaik yang tercatat dalam sejarah peradaban umat ini.

  1. Pembiasaan hal-hal baik dalam koridor santun dan patut
Ada beberapa karakter Nabi, jika ada yang mengajak bicara tidak peduli dengan siapapun hendaknya mendengarkan dengan penuh perhatian tanpa menoleh ke orang lain. Tidak saja mendengarkan dengan hati-hati Nabi bahkan memutar badannya untuk menghadap ke orag yang mengajaknya bicara

  1. Keteladanan
Rasulullah adlah seorang yang cerdas, peristiwa memindahkan Hazar Aswad di mana saaat itu seluruh kabilah Quraisy berseteru untuk memindahkan, Muhammad yang cerdas membentangkan sehelai kain dan Hazar Aswad diletakkan di tengahnya. Dan seluruh kabilah Quraisy mengangkatnya bersama.

  1. Nasihat yang “dikunyah” menjadi penghargaan / apresiasi dan sangat baik
Gaulkan dengan buku sejak masih dalam rahim, sejak masih menyusu, sejak masih merangkak, sejak kanak-kanak. Pastikan kita memiliki perpustakaan kecil di rumah. Anak dibesarkan dengan apa yang dia lihat dan apa yang dia dengar. Otaknya dibangun oleh terutama informasi yang diterima oleh penglihatan dan pendengaran.

  1. Sanksi/konsekuensi yang mengedepankan kasih sayang, akan menjadi jembatan kuat,  kokoh yang menghubungkan hati dengan hati.
Ketika aku bersama anakku aku akan kenalkan tentang Tuhannya, hingga menjadi bagian terdekat dari hidupnya. Aku akan beritahu kepadanya bahwa Al Qur’an-lah sebaik-baik sandarannya. Aku akan hiasi akhlaknya dengan pancaran akhlak Rasulullah dan para sahabat. Aku akan jadikan dia sebaik-baik manusia yang berguna bagi orang lain.




WAKTU BERHARGA BERSAMA ANAK-ANAK KITA

Mengelola waktu dengan baik, benar dan bijak adalah separuh kemenangan di tangan sebelum “penentuan”. Menurut ajaran Rasulullah :
  1. Tujuh tahun pertama anak adalah raja.
Anak serba dilayani dan jangan sekali-kali membentaknya
  1. Tujuh tahun kedua anak adalah pembatu / tawanan
Diibaratkan seorang pembantu yang harus mencuci baju putih diantara tumpukan baju yang lainnya, anak belajar memisahkan antara yang hak dengan yang batil, anak belajar sistematika bekerja.
Karena anak diibaratkan sebagai tawanan, maka orang tua masih berhak mengetahui segala sesuatu tentang anak termasuk buku hariannya.
  1. Tujuh tahun ketiga anak adalah perdana mentri / sahabat terdekat.
Di usia ini anak sudah dapat diajak berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah.