BERIKAN CONTOH YANG TERBAIK UNTUK
ANAKMU
Karin kecil terlihat sedang duduk disamping makam kakeknya,
menunggu dengan sabarnya, sementara sang ayah sibuk membersihkan makam sang
kakek.
Gadis mungil itu tiba tiba
terlihat tersenyum menyambut kedatanganku. Lalu kulambaikan tangan sambil
menyapanya “Hi Karin….. anak yang manis lagi periang itu kupeluk sesaat, kucoba
mengajaknya bercanda agar lebih dekat denganku.
Setelah ku membaca doa ziarah kubur, kami mencoba bercengkrama
dengan Karin. Ternyata karin anak yang suka bercerita. Dengan kepolosannya ia
menumpahkan perasaannya….betapa ia merindukan ayahnya untuk menemaninya
belajar, betapa ia menginginkan foto cantiknya menghiasi kamar dan Hanphone milik
ayahnya, namun itu semua tidak ia dapatkan “ayah selalu sibuk memandangi
foto kakek yang sudah meninggal, daripada menemaniku belajar. Foto kakek ada
dimana mana tapi fotoku nggak pernah ada “ celotehnya.
Anak
adalah peniru ulung. Sikap egois sang ayah ternyata dapat dengan mudah ditiru
olah sang anak. Apa yang dilakukan oleh ayah, pasti suatu saat akan dilakukan
oleh putra putrinya. Untuk itu hendaklah memberikan contoh tauladan yang baik
untuk anak anak kita, agar meraka menjadi anak yang seperti kita harapkan,
Figur
Ayah
Penting,
setiap anak merasakan sosok figur ayah hadir di hati mereka. Mereka rindu
belaian tangan kekar seorang ayah, mereka rindu suara tegas ayah, mereka butuh
figur seorang ayah untuk jadi contoh teladan dalam bersikap.
Bila
semua itu tak terpenuhi, bisa dipahami bila di kemudian hari anak-anak ini
menjadi pribadi yang bermasalah. Bila keadaan bertambah parah, baru kita
tersadar ada yang salah dari anak kita. Fatalnya, sebagian orangtua jarang mau
mengakui kesalahan itu, selalu anak yang disalahkan. Padahal, sesungguhnya
orangtualah yang membuat mereka menjadi pribadi yang bermasalah.
Ayah
Pendidik
Tidak
bisa disangkal bahwa kehilangan orang yang sangat kita cintai adalah suatu hal
yang sangat menyedihkan namun demikian akal sehat kita tetap harus berfungsi
dengan baik. Keimanan kitapun harus tetap dipertebal agar tidak mudah di
pengaruhi oleh hal hal yang buruk. Kita harus berfikir real bahwa kita masih
hidup didunia, masih ada kewajiban dunia yang harus lebih kita perhatikan,
karena kita akan diminta pertanggungjawaban diakhirat nanti. Anak dan istri,
orang tua bahkan lingkungan sekitar kita.
“Hai
orang orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar dan keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang di
perintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(At-Tahrim [66]: 6).
Dalam
suatu riwayat dikisahkan, seorang laki-laki datang menemui Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW). Dia bertanya, ”Hai Rasulullah, apakah
hak-hak bagi anakku terhadap diriku?” Rasulullah SAW menjawab: ”Hendaklah
engkau memberinya nama yang bagus, mendidiknya dengan baik, dan menempatkannya
di tempat yang baik.”
Ayah
Penuh Cinta
Betapa
sering kita abaikan anak-anak yang dititipkan pada kita. Padahal, anak adalah
amanah sekaligus anugerah terindah dari-Nya. Kita sering memposisikan anak
sebagai milik kita sehingga kita bebas memperlakukan mereka.
Kata
‘mendidik dengan baik’ dari Hadits di atas mengandung pengertian perlakuan yang
baik. Bukankah anak belajar dari perilaku kita? Bukankah anak akan belajar membenci
bila kita sering mencelanya. Begitupun ia akan belajar mencintai bila kita
mencintai dan menyayanginya.
Terkait
dengan menyayangi anak, Rasulullah SAW berpesan: ”Barangsiapa mencium anaknya,
Allah akan menuliskan untuknya satu kebajikan. Barangsiapa menggembirakan
anaknya Allah akan menggembirakannya di hari kiamat kelak. Barangsiapa
mengajarkan al-Qur’an kepada anaknya, maka kedua ibu bapaknya akan dipanggil
untuk diberi dua pasang pakaian yang indah dan dari wajah mereka akan tampak
bahwa mereka adalah penghuni surga.”
Siapa
yang tidak tahu bahwa tugas kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah sangat berat.
Jadwal hidupnya sangat padat untuk berdakwah dan mengurus umat, tapi beliau
masih tetap memperhatikan keluarganya. Cucu beliau, Hasan dan Husein tidak
takut menaiki punggungnya untuk bermain. Rasulullah SAW juga tidak canggung
bermain dengan anak-anak. Beliau biasa mencium anak perempuannya ketika
masyarakat Quraisy sangat membenci memiliki anak perempuan.
Begitupun
‘Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah SAW, sering memberi pesan kepada
putranya Hasan sebagai wujud cinta dan perhatiannya pada putranya. Simaklah
pesannya:
“…dan
kudapati engkau sebagai bagian diriku, malahan kudapati engkau sebagai
keseluruhan diriku, sehingga kalau ada sesuatu menimpamu, maka hal itu pun
menimpa diriku. Seandainya kematian datang kepadamu, maka hal itu juga datang
kepadaku. Apa saja yang engkau derita juga menjadikan diriku menderita.”
Jikalau
ikatan perasaan yang amat agung itu merupakan perasaan para ayah yang dicurahkan
kepada anaknya, maka dengan sendirinya akan timbul rasa hormat dan bakti anak
terhadap sang ayah. Ikatan agung inilah yang akhirnya melahirkan
generasi-generasi rabbani, generasi terbaik sepanjang masa yang siap
menyongsong kehidupan penuh rahmah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar